Sabtu, 30 Januari 2016

Manusia Independen


27 Januari 2016

                Padahal tadinya pingin banget nonton KMGP, mumpung divpro ngajakin 12.30 siang ini. Tetiba saa terbesit suatu hal.

                “Yang cowok ada yang ikut nggak?”
                “Mas Eja, Mas Solli ikut kham.”
                “Eh afwan Kham. Mas Eja nggak jadi ikut.”
                “Afwan juga, Solli belum bisa nonton hari ini.”
                “Oke fiks”

                Kemudian obrolan chat bersambung dengan bahasan lain. Aku memutuskan ikut jika dan hanya jika ada ikhwan yang datang.

                “Kham, aku 50:50 nih, nungguin dosen.”

                Jam weker di atas meja sudah menunjukan pukul 12.15, aku pun sudah berada di kamar kosan temen di pogung. Menanti kepastian.

                “Gimana, Mas?”
                “Digantungin nih, jadinya nggak ikut Kham.”
                “Oke”
                ****

                “Mba, jadi siapa aja yang datang tadi? Nggak ada cowoknya ya.”
                “Ada banyak, penjaga bioskopnya juga cowok kok.”
                “ -____- “
                “Ada mas Solli, Kham.”
                “ :3 “

                Dalam hati aku ngedumel sendirian.

                ***
                Manusia independen adalah mereka yang jika punya keinginan/kemauan selama itu baik, dia tidak peduli apakah orang ikut atau tidak. Tak pernah mau mengurungkan sesuatu hanya karena orang lain tidak melakukannya.

                Manusia yang dia tidak bergantung pada orang lain.

                Aku belum independen -____-

Sesuatu yang Dimulai Dengan Kesombongan


18 Januari 2016

                Melihat para orang kampung yang main bulutangkis, tanganku gregetan. Pukulan-pukulan yang dilancarkan begitu lemah. Melambung bentuk para bola begitu pelan.

                “Kok bisa-bisanya gitu banget!”
                “Cemen banget mainnya.”

                Tentu kata-kata tersebut tak pernah keluar dari mulut, hanya mengendap di hati. Beragam perasaan “bisa” muncul begitu saja. Normalnya memang aku bisa bermain lebih bagus dari mereka. Aku ingin segera turun lapangan, menunjukan betapa bagusnya diriku dibanding dengan permainan mereka.

                Perasaan tinggi hati yang mampir bagitu saja.
                Aku bertanding.

                Dan aku kalah.

Selasa, 26 Januari 2016

Dilihat Orang



                Dalam suatu tatanan masyarakat yang baru dimana kadang para monster menyerang, maka dikenallah istilah Pahlawan (Hero). Yaitu orang-orang yang berusaha untuk mengalahkannya, menyelesaikan setiap ancaman-ancaman yang melanda di kota-kota.

                Begitu tertariknya masyarakat akan sosok pahlawan, maka di kota-kota tersebut muncullah industri yang mereka sebut Asosiasi Pahlawan. Tak peduli jikalau kau begitu kuat dan menumpas seluruh kejahatan di muka bumi, jika kau tidak terdaftar dalam Asosiasi Pahlawan ini kau hanya akan dianggap sebagai orang aneh. Setiap hero memiliki kelas dan tingkatan masing-masing. Kelas terbawah adalah kelas C dan yang menduduki posisi puncak adalah kelas S. Setiap aksi kepahlawanan akan menaikkan peringkat ke”hero”annya. Setiap ketenaran dan semakin dikenal masyarakat dapat memuluskan untuk naik ke kelas di atasnya.
                ***

                Semua hero tak berdaya menghadapi monster Raja Lautan Dalam. Mereka semua dibuat terkapar. Tidak hanya pahlawan-pahlawan kelas teri yang tak mampu menandingi kekuatan monster berlevel iblis ini, bahkan pahlawan kelas S dibuat tak sadarkan diri lantaran pukulan beruntun yang dilayangkan telak kepadanya.

                Genos pun mempunyai nasib yang berbeda dari pahlawan. Meski di awal pertarungan terlihat unggul, namun karena lengah, lengan cyborgnya berhasil diputus oleh sang monster. Di samping itu, tubuhnya meleleh tak berkulit akibat menerima secara langsung ludah asam yang dikeluarkan monster untuk seorang anak kecil.

                “Harusnya jika kau sendiri, pasti dapat menghindar dari ludah asam itu dengan mudah. Tapi kau lebih memilih untuk mengorbankan dirimu sendiri.”

                Genos terbaring lemah dengan posisi tengkurap. Sudah tak ada lagi tenaga tersisa. Maka di saat itulah gurunya datang. Seorang pahlawan kelas C bernama Saitama.

                Monster itu hancur hanya sekali pukul.
                “Hebat!” para penduduk bersorak.
                “Dia kuat sekali!” seru penduduk lain.

                “Apa iya? Bukankah monsternya saja yang tidak begitu kuat?” ucap seorang dengan kemeja berwarna hijau kotak-kotak dengan nada meremehkan.

                “Tidak mungkin, lihat saja para pahlawan ditumbangkan oleh monster itu.”
                “Itu artinya para pahlawannya saja yang lemah.”
                “Apa iya?”

                “Dan juga, monster itu dihabisi dengan sekali pukul oleh pahlawan kelas C! Apa sebutan para pahlawan yang dikalahkan monster itu? Ya mereka mungkin adalah pahlawan kelas A atau kelas S, tapi itu sama sekali tidak berarti apa apa.”

                “Oi. Hentikanlah. Mereka sudah mempertaruhkan nyawanya untuk kita.”

                “Kalau cuma mempertaruhkan nyawa semua orang bisa melakukannya. Karena memang sewajarnya itu pekerjaan mereka. Namun ini terasa menyebalkan karena kita berusaha diselamatkan oleh pahlawan yang biasa-biasa saja. Kalau kau ingin menyebut dirimu sebagai pahlawan. Lagipula orang botak itulah yang mengatasi semuanya sendirian. Itu membuat para pahlawan lain bertarung sia-sia. Yang lain bilang larilah selamatkan diri kalian, namun akhirnya mereka tetap saja kalah oleh para monster.”

                Tetiba suara tawa terbahak-bahak terdengar dari pahlawan kelas C botak itu.

                “Hari ini adalah hari keberuntunganku. Para pahlawan lain berhasil membuat monster ini kelelahan, jadi aku bisa mengalahkannya dengan mudah.”
                Genos tercengang.

                “Untungnya aku datang terlambat. Sebenarnya aku hampir tidak melakukan apapun, tapi malah aku yang dipuji.”
                Saitama berhenti sejenak.

                “Kalian semua sebarkanlah tentang hal ini. Akulah orang yang menghabisi monster ini! Kalau ada yang bilang ini semua hanya karena “aku datang terlambat”, gua hajar lu semua.”
                Semua penduduk jadi terdiam dengan perkataan Saitama barusan.

                “Tunggu dulu! Itu adalah Saitama. Dia adalah pahlawan yang diduga melakukan kecurangan. Dia muncul entah darimana dan peringkatnya naik dengan sangat cepat.”

                “Hei kalian yang di sana. Tolong rawat para pahlawan yang tumbang, ya? Kalau mereka mati, aku nggak bisa numpang terkenal di misi mereka.”

                “Oi, jadi si Saitama hanya menumpang terkenal saja? Dibandingkan dengannya, para pahlawan lain jauh lebih hebat. Apa yang akan terjadi pada kami kalau pahlawan-pahlawan ini tidak bertarung?”

                “Ya, aku sangat berterima kasih pada mereka,” penduduk yang lain menimpali.

                Genos terlihat menahan “amarah”. Tak menyangka gurunya akan melakukan hal seperti itu. Mengatakan sesuatu yang justru membuat dirinya nampak jelek di masyarakat demi melindungi nama baik pahlawan-pahlawan lain.
                *****


                Dia tidak hanya orang yang tidak terlihat, tapi merelakan dirinya terlihat sebagai orang jahat agar melindungi orang-orang baik yang tengah berjuang agar tidak diremehkan.          

Sabtu, 23 Januari 2016

Ritual Menulis


15 Januari 2016

                Setiap orang punya ritual sendiri-sendiri sebelum menulis, dan mungkin akan dianggap aneh bagi sebagian orang.
                “Menulis aja pakai ritual-ritualan”, tapi setelah dipikir-pikir aku sendiri juga ternyata punya.

1.       Mengganti font Calibri menjadi cambria
2.       Ctrl + B
3.       Ctrl + E
4.       Spasi 1,5
5.       Capslock
6.       Menulis Judul, enter
7.       Ctrl + B
8.       Ctrl +R
9.       Menuliskan tanggal menulis

Enter, kemudian baru menulis semauku.

Entah orang lain punya juga atau tidak. Aku bahkan tidak tahu apa ritual yang kau lakukan sebelum menulis.
Pasti lebih keren!!!


Bukan untuk Dipuji



                Dalam suatu tatanan masyarakat yang baru dimana kadang para monster menyerang, maka dikenallah istilah Pahlawan (Hero). Yaitu orang-orang yang berusaha untuk mengalahkannya, menyelesaikan setiap ancaman-ancaman yang melanda di kota-kota.

                Begitu tertariknya masyarakat akan sosok pahlawan, maka di kota-kota tersebut muncullah industri yang mereka sebut Asosiasi Pahlawan. Tak peduli jikalau kau begitu kuat dan menumpas seluruh kejahatan di muka bumi, jika kau tidak terdaftar dalam Asosiasi Pahlawan ini kau hanya akan dianggap sebagai orang aneh. Setiap hero memiliki kelas dan tingkatan masing-masing. Kelas terbawah adalah kelas C dan yang menduduki posisi puncak adalah kelas S. Setiap aksi kepahlawanan akan menaikkan peringkat ke”hero”annya. Setiap ketenaran dan semakin dikenal masyarakat dapat memuluskan untuk naik ke kelas di atasnya.
                ***

                Meteor itu datang, entah bagaimana ceritanya arah dari jatuhnya meteor berubah arah menuju ke kota Z. Ukurannya begitu besar sehingga jika sampai meteor saling bersentuhan dengan permukaan tanah akan terjadi kehancuran yang begitu hebat. Tidak hanya kota Z, melainkan kota-kota di sekitarnya pun akan musnah karena daya ledaknya.

                Sebagai penduduk kota Z sekaligus pahlawan kelas S, Genos diminta untuk membantu 
menyelesaikan masalah meteor yang sekarang masuk dalam level bencana naga. Sebenarnya pahlawan kelas S tidak hanya dia seorang, namun yang bisa hanya dirinya, entah yang lain sibuk atau tak peduli. Di sana juga berdiri seorang kakek tua, pahlawan kelas S juga. Namun, karena tipe bertarungnya adalah dengan tangan kosong, tak mungkin juga dia menyentuhkan tangannya ke permukaan meteor. Maka dia pun tidak bisa membantu banyak.

              Genos telah mengerahkan seluruh kemampuannya. Kobaran api berdaya ledak luarbiasa keluar dari telapak tangan cyborg nya. Meskipun sudah mengerahkan senjata terhebat yang dia punya, meteor itu tetap tak bergeming. Titahnya untuk tetap bertemu tanah masih tak terbantahkan.

          Datanglah seorang pahlawan kelas C bernama Saitama. Ia hanya mengenakan jubbah superman, memakai pakaian kuning dengan resleting di bagian dada. Kepalanya botak. Tatapannya sayu seolah tak ada semangat dan hasrat dalam hidupnya. Overall, dia tidak begitu meyakinkan.

                Tapi siapa yang menyangka, dia lompat dari atas gedung. Meninju meteor tersebut dengan sekali pukulan. Tembus dari depan hingga ke belakang, Membuat meteor tersebut hancur  menjadi keping-kepingan.

                Kepingan meteor yang hancur tersebut menghujani seluruh wilayah kota Z. Terjadi kerusakan parah. Tak ada korban jiwa.
                ***

                “Gara-gara kau kota kita hancur!” teriak salah seorang pahlawan kelas C yang lain yang tidak terima peringkat saitama naik dari 300an menjadi peringkat lima. Dalam industri ketenaran seperti ini, mereka sesama pahlawan tidak segan—segan untuk menghancurkan reputasi pemula. Menarik simpati masyarakat dengan bertindak peduli atau agar terlihat peduli.

                “Rumahku juga hancur, dasar tidak punya hati!”

                “Mobil yang baru kubeli sekarang tidak bisa kupakai karena tertimpa kepingan meteor dasar sialan.” Umpatan-umpatan bermunculan dari warga karena terpancing.

                “Berhenti saja kau dari pahlawan, Kau tidak pantas untuk jadi pahlawan. Berhenti-Berhenti-Berhenti” sorakan tersebut menggema. Diteriakkan oleh seluruh warga. Tujuannya jelas, agar mental saitama hancur dan berhenti dari pahlawan.

                “Tak diragukan lagi, kau telah menyelamatkan kota ini. Jika kau tidak menghancurkan meteornya, tidak hanya kota Z saja yang hancur. Namun kota-kota sekitarnya. Dan jelas semua penduduknya akan musnah tak bernyawa. Tapi lihatlah perlakuan penduduk itu kepadamu. Sekarang terserah apakah kau akan memutuskan untuk berhenti atau tidak.” Ucap dalam hati seorang  kakek yang ketika hari penghancuran meteor tersebut ia melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa kuatnya saitama.

                “Yang menghancurkan meteornya adalah aku. Kalau ada yang mau protes silahkan saja! Bicaralah”
                “Tapi karena ulahmu, mobil baruku…” seorang penduduk menyela.
                “Berisik, diem lu! Emang gue peduli sama masalah lu?! Protes saja sana sama meteornya bego!”
                “Denger ya, aku menjadi pahlawan bukan untuk dipuji! Aku menjadi pahlawan karena aku menginginkannya. Jadi kalau kalian mau menyalahkan aku, Silahkan saja. Dasar botak.”
                “Bukannya yang botak itu kau?”
                “!@#$$%%^&^*&(*”

                “Sensei, mari pulang” ajak Genos kepada Saitama.
                “Sensei, aku belum pernah melihat orang sehebat Anda.” Ujar Genos ketika perjalanan pulang.

                “Kenapa tiba-tiba bilang begitu? Bikin merinding saja.”
                “Walau masyarakat tidak menyukai Anda, Aku akan tetap mengikuti Anda.” Ucap Genos mantap.

                Mereka berdua berjalan pulang.


Jumat, 15 Januari 2016

Seorang Kawan Baik yang Kuiri Padanya


15 Januari 2016

                Aku menuliskan ini tanpa tahu harus menuliskan apa. Tapi tulisan ini kuketikkan dengan begitu pelan, sepelan biasa aku membaca tulisan-tulisanku kawanku yang satu ini. Aku tak perlu menyebut namanya, karena jika kalian mengenal dia, pasti tahu siapa orangnya.

                Aku mengenalnya sebagai orang pendiam, tak banyak bicara. Tapi ketika ia dihadapkan kepada suatu fenomena dan peristiwa sehari-hari, ia dengan mudah menangkap makna, hikmah dan pelajaran dari apa yang dilihat, dengar dan ia rasakan.

                Aku mengenalnya sebagai orang yang tak banyak bicara, tapi sekali mengeluarkan suara pasti itu benar-benar hal penting yang harus dia sampaikan. Begitu juga dengan tulisan-tulisannya. Ia tak akan menyampaikan sesuatu di sana kecuali ada pelajaran yang bisa diambil darinya. Ada nasehat yang lembut yang ingin dia sampaikan. Aku sendiri tidak mengerti banyak apa itu tulisan bagus, tapi bagiku ketika membacanya, tulisan itu mengena. Entah kalau orang lain berpendapat beda.

                Aku mengenalnya sebagai orang yang tak banyak bicara, sekali waktu aku melihatnya duduk dan di tangannya sudah tergenggam mushaf kecil dan khusyuk sekali dia membacanya. Kadang pas ketika antri giliran tahsin, kadang ketika di waktu yang tak kuduga-duga. Ada juga si teman nakula yang seperti dia. Intinya aku benar benar iri dengan mereka berdua untuk hal yang satu ini. Soalnya aku biasanya memilih memejamkan mata dalam penantian. Atau menyandarkan dagu ke telapak tangan.

                Aku mengenalnya sebagai orang yang tak banyak bicara, tapi begitu terasa bagaimana ia menghormati teman-temannya. Menyatakan perasaan-perasaannya. Rasa persaudaraan yang dimiliki terlihat begitu erat. Bahkan aku yang tidak biasa melihat pun bisa merasakannya. Dia yang mudah berempati dan simpati, dia yang kadang di tulisannya bilang bahwa ada air mata yang mengalir dari sudut matanya.

                Ia yang tak banyak bicara, bahkan dulu di bulan bulan awal samapai aku tidak tahu yang mana orangnya.


                Terima kasih banyak. Aku butuh banyak belajar darimu.

Jangan Sampai Badmood


15 Januari 2016

                Pokoknya jangan sampai kau terlihat badmood lagi Am, bisa berabe urusannya, panjang buntutnya. Siapa yang mengira ketika kau badmood, orang lain ternyata merasakannya. Keperluan-keperluan jadi tertunda karena merasa tidak enak mengganggumu yang sedang badmood. Dan itu tidak terjadi pada satu dua orang, ternyata ke banyak orang. Bahkan urusan buku penting pun jadi terlupakan.

                Pokoknya jangan sampai kau terlihat badmood lagi Am. Bisa saja itu membuat orang tidak nyaman. Padahal boleh jadi orang yang tidak nyaman itu adalah orang yang membuatmu badmood bukan? Jangan sampai badmoodmu membabi buta. Menyerang tanpa sadar ke banyak orang.


                Pokoknya titik pokoknya. Hadirnya mereka terlalu berharga untuk kau abaikan. Sungguh terlalu berharga.

Kamis, 14 Januari 2016

Sama Saja


15 Januari 2016

                Murid-murid yang lain terlihat fokus dengan pelajaran Bu Alfi. Hanya ada satu dua orang yang terlihat santai saja. Dalam kerumunan itu terjadilah sebuah obrolan antara mahasiswa teknik dengan mahasiswa kedokteran.
                “Odi, sebenarnya bentuk tengkorak itu sama nggak si?”
                “Beda, tergantung rasnya. Misalnya ras asia agak menonjol berbeda dengan ras Afrika.”
                “Kalau tengkorakku sama tengkorakmu?”
                “Sama.”
                “Kalau tengkorak semua yang ada di sini?”
                “Kalau masih satu ras, bentuknya sama.”
                “Jadi semua orang sama ya, yang banyak orang bilang cantik tidaknya, rupawan tidaknya itu secara teknis cuma kulitnya doang ya?”
                “Eh? Iya.”

                Lelaki itu mengangguk pelan. Meletakkan dagu pada telapak tangan yang disandarkan di atas lutut barang sejenak.  Ia kemudian berdiri, dan beranjak naik ke lantai dua.

Jumat, 08 Januari 2016

Pengingat

Semangat, Kawan
Ali Bin Abi Thalib, mahsyur sekali sebagai seorang yang brilian saat memberikan nasehat. Kalimat-kalimatnya sangat dalam dan menginspirasi--terutama bagi orang-orang yang mau berpikir. Berikut akan saya tuliskan ulang kisah ketika seseorang meminta nasehat kepada Ali. Orang ini sedang dirundung masalah, kesedihan, datanglah dia ke Ali--redaksional kisah ini adalah ditulis ulang, tidak akurat sama 100% seperti terjadinya.
“Wahai Ali,” Tanya orang ini, “Aku datang kepadamu, meminta nasehat, karena aku sudah tidak tahan lagi menanggung beban hidupku. Apa yang harus kulakukan lagi?”
Lantas Ali menjawab, “Aku akan bertanya dua hal, dan jawablah dua hal ini baik-baik.”
Orang itu mengangguk--meski dia bingung, kenapa dia sekarang yang justeru ditanya.
“Pertama, apakah kau datang ke dunia ini dengan masalah-masalah kehidupan ini?” Ali bertanya.
“Tidak.” Orang itu menggeleng.
“Kedua, apakah kau juga akan meninggalkan dunia ini dengan masalah-masalah ini?”
“Tentu tidak.” Orang itu menggeleng lagi.
“Lalu kenapa kau harus sedih atas masalah yang tidak kau bawa saat datang ke dunia, pun tidak kau bawa saat pergi dari dunia ini?”
Orang itu terdiam.
Sungguh, itu sebuah nasehat yang dalam sekali. Sebuah percakapan yang amat bermanfaat bagi orang-orang yang mau memikirkannya.
Kenapa kita sibuk sekali bersedih dengan masalah-masalah hidup ini? Kenapa kita menghela nafas pun terasa sesak? Tidur susah, makan tidak selera. Semua seperti serba salah.
Bukankah rizki, sudah ada yang mengatur. Harapan, kekecewaaan, kembalikan kepada yang maha menentukan. Disakiti, dizalimi, tinggal bersabarlah, semoga menjadi jalan kebaikan penuh pahala. Kegagalan, penolakan, juga boleh jadi menjadi jalan kesempatan yang jauh lebih baik. Dan saat kita benar-benar memang sudah tidak tahu harus melakukan apapun, ingatlah selalu: kita tidak akan membawa pergi masalah ini saat mati. Semua tertinggal di dunia, game over, selesai. Maka, alangkah lebih baik jika kita fokus saja terus berbuat baik, terus memperbaiki diri, berusaha yang terbaik. Kemudian sisanya serahkan pada yang maha memegang takdir. Bukankah itu masuk akal sekali?
Semoga dengan begitu, kita lebih ceria menghadapi hidup. Semangat, Kawan.
*Tere Liye

Kamis, 07 Januari 2016

Bermimpilah


8 Januari 2015
               
                “Bermimpilah setinggi langit. Jika Engkau jatuh, maka engkau akan jatuh di antara bintang-bintang” Ir. Soekarno.
                Sebenarnya iseng saja tadi scroll halaman facebook barangkali ada yang menarik. Kemudian melihat sebuah quote yang dikemas dengan tampilan poster menarik. Sempat merasa tergugah meski aku yakin kalimat itu belum pernah kali ini aku membaca.
                Kalau begitu, aku juga harusnya membuat quote sendiri yang kugigit kuat-kuat sampai gemeretak.
                “Bermimpilah setinggi langit, Tenang saja kau takkan jatuh dari sana, karena gravitasi tak sanggup menarik mimpimu dari langit. Dia tak kan sanggup menjatuhkanmu.” Ir.Kham Maulana


Rabu, 06 Januari 2016

Katak dalam Sumur


6 Januari 2015

                “Kenapa kau nampak sedih?”
                “Heh?”
                “Iya, sangat jelas terlihat  kau sedang sedih”
                “Karena kalau kau tak menulis, aku tak tahu lagi siapa lagi yang harus kukejar.”
               
                ***                                                                                              
                Aku adalah seekor katak dalam lingkaran gelap nan dalam. Di sini begitu lembab dan dingin. Lumut-lumut hampir menutupi seluruh pembatas yang ada di sekelilingku. Aku tak tahu benar warna lumut karena di sini begitu gelap. Yang kutahu ia begitu licin. Hanya itu yang kutahu tentang lumut.

                Di sini begitu gelap, sampai aku tidak bisa melihat kaki-kakiku sendiri dengan mata kecil ini. Hanya bisa merasakan bahwa dia ada. Hanya bisa mempercayainya. Aku melihat warna lain di atas sana. Berbentuk seperti lingkaran. Kadang berwarna biru, kadang menguning dan tak jarang berwarna hitam dengan putih yang berkelap-kelip.

                Aku sempat mengira dunia itu hanya sebatas lingkaran hitam ini. Lingkaran yang dibatasi dinding-dinding lumut.

                Sampai suatu ketika, dari lingkaran yang berwarna biru itu melihat sesuatu yang melintas. Dia kecil dan memiliki sesuatu yang bisa dibentangkan dengan lebar. Dibentangkan lalu digerakkan ke atas dan ke bawah. Itu sayap. Dan mereka berjumlah banyak sekali. Bercicit-cicit saling bersahutan.

                “Masih ada dunia lain di luar sana.”

                “Katak dalam sumur serpertiku tak akan pernah tahu betapa luasnya langit membentang. Terima kasih pipit, berkatmu melintas di atasku, aku sekarang ingin terbang.”

Itu yang Terbaik


6 Januari 2016

                Di negeri nan jauh sana, berdiri sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja bernama Farhan. Kerajaan itu begitu makmur. Rakyat tidak merasa kekurangan karena berbagai kebutuhan mereka telah tercukupi. Dalam kepemimpinannya, ia tidak sendirian. Ditemani oleh seorang penasehat bernama Raihan. Penasehat yang kata “saingan politik”nya hanya bisa mengatakan itu yang terbaik atas semua pertanyaan.

                Sampai pada suatu hari, sang Raja ingin berlibur ke hutan hendak berburu rusa. Rusa bertanduk indah yang menjadi rumor banyak orang. Maka Raja, Penasihat dan beberapa pasukan pergi ke hutan memulai perburuan.

                Hari telah malam ketika mereka tiba. Maka Raja memutuskan untuk menginap villa terdekat di sana. Malam itu entah apa yang raja pikirkan, jemari yang ia gunakan untuk memotong buah apel terputus karena sebilah pisau. Kelingking yang berada di posisi bawah ketika mengiris ikut tersayat.

                Sang Raja panik, begitu juga seluruh pasukan. Hanya Raihan yang sejak dari tadi duduk tenang di bangku meja makan. Melihat Raihan begitu tenang, Raja akhirnya meminta nasihat kepada Raihan. Barangkali bisa memberikan kalimat-kalimat penyemangat yang biasa dilontarkan oleh penasihat-penasihat lain.

                “Itu yang terbaik.”

                “Kau ngomong apa? Bagaimana bisa kau mengatakan kelingkingku yang terputus ini sebagai sesuatu yang terbaik ha?” Raja berang bukan main. Darah yang mengalir di tubuhnya mendidih. Otot-otot di pelipisnya mencuat, giginya gemeretak. Bukannya terhibur, Raja justru marah besar.

                “Masukan penasehat bodoh ini ke penjara bawah tanah Villa. Biar dia bisa belajar atas apa yang ia katakan” titah sang Raja kepada pasukan.

                “Ini yang terbaik,” hanya itu yang penasehat katakana ketika pasukan menguncinya dalam penjara bawah tanah.
                ***

                Raja dan pasukan masuk ke dalam hutan untuk melanjutkan perburuan. Meninggalkan sang penasehat dan beberapa pasukan yang berjaga.

                Rusa tak didapat, justru kemalangan yang datang menyapa. Seluruh Raja dan pasukan ditangkap oleh suku bar bar yang menghuni hutan. Mau seberapa keras Raja itu menjelaskan bahwa dia adalah pemimpin negeri, tetap saja suku tersebut tidak mengerti. Lebih tepatnya tidak peduli dan merasa tidak perlu untuk peduli. Mereka tak mengenal apa itu raja. Yang mereka tahu, malam ini mereka akan makan besar.

                Semua pasukan telah masuk dalam kuali panas, mereka direbus hidup-hidup untuk dijadikan santapan makan malam. Hingga giliran untuk ‘menceburkan’ sang Raja. Namun, ada yang aneh ketika mereka memeriksa Raja. Suku bar-bar tersebut justru melepaskan sang Raja dan membiarkannya pergi begitu saja.

                Ternyata ada sebuah kepercayaan bahwa manusia yang dimakan hanya mereka yang memiliki tubuh lengkap, anggota badan sempurna. Dan kelingking raja telah putus yang menjadikannya dilarang untuk dimakan. Kalau tidak diikuti mereka percaya bahwa mereka akan dikutuk oleh alam.

                Raja pulang, dengan meneteskan air mata ia kembali ke villa. Pemandangan yang mengejutkan kembali terpampang di depan mata. Para pasukan yang berjaga sudah bergelimpangan bersimbah darah disapu habis oleh suku bar bar. Tak ada yang selamat.

                Raja hanya terdiam dirundung kesedihan. Raja mendengar ada suara dari bawah tanah. Dan ia jadi teringat akan seseorang. Raihan. Sang Penasehat.

                “Kenapa kau bisa selamat?”
                “Ketika suku bar-bar menyerbu, aku selamat karena mereka tidak memeriksa ke penjara bawah tanah. Kalau saja Raja tidak menjebloskanku ke penjara, mungkin sekarang aku tidak selamat.”
                *****