Senin, 26 September 2016

Kehidupanku dan Kehidupannya


September 2016

            Namaku Diko, dan aku selalu iri dengan Ciko, rangkingnya di kelas selalu menduduki peringkat teratas di kelas kami. Kau perlu tanya berapa rangkingku? Aku pikir tidak perlu kusebutkan angkanya, yang jelas selalu berada di sepuluh terakhir dari bawah.

            Aku pikir aku merasa selalu iri kepadanya, setiap sore aku selalu bisa melihat Ciko keluar dari rumah di antar oleh sopirnya. Aku pernah bertanya langsung kepadanya, tiap sore itu pergi kemana? Dan seperti yang sudah kuduga, sorenya dia belajar di tempat les sampai malam. Sore dia mempelajari pelajaran di sekolah, malamnya ternyata ia belajar tentang kesenian. Biola dan melukis lebih tepatnya.

            Iya, aku selalu iri dengan dirinya, ketika teman-teman mendekat dan bertanya tentang soal-soal sulit di kelas. Melihat itu aku jadi sering berpikir.

            Oh seandainya kehidupanku berada di kehidupannya.

***

            Namaku Ciko, memang aku selalu berada di rangking satu di kelasku. Dan untuk terus mencapai peringkat itu, orangtuaku memintaku untuk datang les tiap sore untuk pelajaran sekolah, dan les kesenian di waktu malamnya. Tapi apakah aku pikir aku bahagia dengan segala juara di kelas itu? Jujur aku tidak tahu bahagia atau tidaknya. Yang aku tahu pasti, aku merasa iri dengan kawan kelasku yang bernama Diko.

            Meskipun peringkat di kelas dia tidak pernah di atasku, tapi jujur aku iri dengan Diko. Orang-orang datang kepadaku dengan membawa soal matematika maupun ipa, tapi teman-teman yang datang kepada Diko selalu bercerita apa saja. Mereka terlihat nyaman ketika berada di samping Diko. Sedangkan jika di sampingku, ketika sudah dapat jawaban dari soal mereka berterima kasih dan pergi begitu saja.

            Sering ketika aku keluar gerbang untuk berangkat les pelajaran, kulihat Diko dan kawan-kawanku sedang bermain bola atau layang-layang di lapangan.

            Tampak hidup dia begitu menyenangkan.

            Oh seandainya kehidupanku berada di kehidupannya.

Jumat, 23 September 2016

Apa Aku Harus Mendaftar?


22 September 2016

                Sekelompok siswa itu tengah duduk-duduk di lapangan sambil mengatur nafas. Beberapa butir peluh terlihat menetes dari kening para siswa. Mereka terengah-engah setelah berlari sekuat tenaga memutari lapangan sepakbola sebanyak tiga kali pada jam olahraga.

Bahkan Rehan dan kawannya yang bernama Reza tengah menggelepar di atas rumput hijau, ketika kloter yang lain tengah bersiap di garis start.

“Sialan, larinya Indra kencang sekali. Dan lihat di sana, dia sama sekali tidak tampak kelelahan seperti kita berdua.” Gumam Rehan kepada teman sebelahnya yang ikut terkapar.

“Hahaha, iya. Nafasku serasa hampir minta cuti dari tenggorokan.”

“Za,”
“Kenapa?”
“Kau tadi sudah lihat kan betapa kencangnya lari si Indra itu?”
“Iya, terus?”

“Bulan depan akan ada turnamen lari tingkat kabupaten. Dan aku tahu Indra sudah mendaftarkan diri. Menurutmu apa ada kemungkinan aku bisa mengalahkannya? Ataukah lebih baik aku tidak ikut mendaftar saja karena sudah ada dia?”

“Kau mengalahkan Indra dalam hal lari? Kemungkinannya sangat kecil.”

Rehan masih memandang langit dari tempat dia berbaring. Mau bagaimanapun juga, apa yang diucapkan kawannya Reza memang benar.

“Tapi aku tahu satu hal…” Reza berdiri sambil mengelap keringat dengan handuknya. Handuk yang sekarang begitu basah oleh keringat. Di tangan kirinya ia menggegam sebotol minuman.

“Tahu apa?”

“Tapi jika kau tidak mendaftar, kemungkinan itu tak kan pernah ada.” Reza berlari setelah melempar handuk basahnya tepat di wajah Rehan.

“Awas kau, jangan lari!” Rehan beranjak dan langsung mengejar kawannya yang berlari menghindarinya. Rehan berlari dengan tertawa.


Mimpi


September 2016

                Lelaki itu tampak murung, wajahnya tidak begitu bersemangat. Kini di hadapannya ada kakak kelasnya di kampus dulu. Orang yang selalu dia hormati dan hari ini ia datang khusus untuk bertemu dengan dirinya. Lelaki itu Ingin menanyakan suatu hal kepada kakaknya. Seorang kakak yang menurutnya begitu banyak menuai prestasi.

                “Kak, kok sampai sekarang aku belum berprestasi ya?”
                “Maksudnya?” tanya si kakak kelas memastikan.

                Maka lelaki itu menjelaskan panjang lebar. Menyebutkan satu per satu apa yang dia sebut sebagai suatu pencapaian. Ia juga menyebutkan hal-hal menakjubkan yang telah dicapai oleh kakak tingkatnya itu.

                Kakak tingkat mengangguk pelan.

                “Aku tidak tahu bagaimana trik khusus atau tips-tips untuk mencapai apa yang kau sebut prestasi itu. Tapi jika kau tidak berprestasi, bisa jadi karena yang sekarang kita kejar adalah mimpi orang lain. Bukan mimpi kita sendiri.”

                “Mimpi orang lain?” desah lelaki itu pelan.


Apa Kau Tidak Takut?


September 2016

                “Hei, saat kau menceritakan impianmu kepada orang lain, apa kau tak kepikiran bagaimana kalau impianku itu tak terwujud?”

                "Aku sama sekali tidak malu untuk menceritakannya
                Aku merasa, kalau aku terus mengatakannya, itu benar-benar akan terwujud."

                Kata-kata itu, entah kenapa kata-kata itu menggetarkan hatiku.



Minggu, 18 September 2016