Rabu, 15 Maret 2017

Fajar di Balik Jendela Kereta


Kau masih terduduk, berulang kali kau menggerakkan tangan dan badanmu karena merasa terlalu kaku. Soal tes selama dua jam dengan materi mekanika dan bahasa inggris itu sempurna membuat tubuhmu merasakan pegal di sana-sini. Begitupun dengan otakmu.
Kau masih terdudu, kau pandangi langit di luar gedung sambil mendengarkan ucapan terima kasih panitia atas berjalan lancarnya tahapan seleksi hari ini. Langit masih menaburi bumi dengan bulir bulir deras air dengan bunyi keras karena menghantap seng atap bangunan yang kau tempati.
Perjalananmu bolak-balik dari Pare-Jogja tidaklah mudah untuk badanmu yang masih sering terbatuk-batuk. Kau berencana untuk kembali ke Pare secepatnya selepas tes itu usai. Kau belah rintik hujan dnegan motor hitammu.
"Tenang, travel malam kemungkinan berangkat jam 11 juga paling seperti semalam." itu yang kau pikirkan bukan?
Pemikiran itu pula yang membuatmu mampir dulu untuk mengantarkan pesanan celana. Maklum saja, perjalanan mondar-mandir dua kota yang berbeda provinsi mampu menguras dompetmu yang sejatinya memang sudah tipis dari dulu. Hanya ada kwitansi dan nota-nota yang saling berserakan di sela-selanya. Bagaimanapun juga, kau harus mendapatkan uang tanpa meminta dari rumahmu. Mendapatkan uang dengan jalan yang baik.
"Apakah ada travel yang berangkat ke kediri malam ini?"
"Wah sudah berangkat! Posisi Anda dimana?"
"Pogung."
"Travelnya sudah keluar Jogja mas."
Kau  mengirim pesan itu sekitar jam 7. Tak pernah kau pikirkan bahwa bisa saja travel yang hendak kau tumpangi berangkat lebih cepat.
Kau ketinggalan travel.
***
"Din, pagi besok sebelum shubuh kau kosong? Boleh minta tolong aku dibangunkan? Eh dianterin juga sih ke stasiun."
"Oke. mas!"
Untung saja kau meminta tolong kepada orang yang tepat. Untung saja kau tidak hanya mengandalkan dirimu sendiri untuk membuatmu bangun. Bisa bisa kau 'kebablasan' bukan?
"Yuk, caw, sudah 4.20 nih."
Motor sudah melaju sekitar tiga ratus meter, dan kau baru menyadari sesuatu bahwa dirimu bahkan lupa untuk mengenakan helm di kepalamu. Kau putar balik lagi ke kosan temanmu itu.
"Din, sudah 4.40, kereta jam 4.50!"
Tanpa menunggu waktu lama, temanmu langsung menambahkan kecepatan motor supra yang kalian kendarai.
"Jam berapa Din sekarang?"
"4.45."
Kau langsung lari begitu saja dengan tas hijau yang menempel di punggungmu. Kau belum memesan kereta, kereta yang hendak kau tumpangi sudah lama terparkir di dekat peron stasiun.
"Mba, kediri ya!"
"Mas, bilang sama petugasnya kalau lagi nyetak tiketnya."
Peluit panjang terdengar, kau bergegas berlari menuju ke arah gerbong.
Pagi itu sepertinya pagi yang mengharuskan kau lari kesana kemari, pagi yang buru-buru. Pagi kau harus kembali lagi menuntut ilmu.
Ketika kau duduk di samping jendela, ketika puluhan kilometer kereta telah berjalan, kau seolah sedang diberikan hadiah. Hadiah yang indah.
Sebuah fajar di balik jendela kereta.
Fajar yang membuatmu langsung menyambar laptop dan menuliskan kisahmu dengan segera.
Kahuripan, 16 Maret 2017


0 komentar:

Posting Komentar