Tak
apa kalau dirimu melakukan kesalahan, toh kau tidak harus selalu benar sejak
dari awal.
Misalnya
saja kau hendak pergi ke suatu kota, kemudian kau memesan sebuah tiket kereta
jauh-jauh hari, takut kehabisan. Kau sudah mengecek rutenya dan kereta apa yang
akan kau tumpangi untuk sampai ke kota tujuan. Ketemulah kereta api yang sesuai
jadwal bernama Logawa.
Untuk
jaga-jaga, kau mengecek pula jadwal kepulanganmu dan kau menemukan tidak ada
masalah baik untuk berangkat maupun pulang. Kau klik tombol pesan, mengingatkan
diri untuk memilih kursi tengan 13E (sampai kau tanyakan di grup yang duduk cuma
dua kolom itu AB atau DE), booking, kemudian pergi ke atm untuk melakukan
pembayaran.
Sepulang
dari itu, kau mendapatkan sebuah sms bahwa tiket telah terpesan. Ketika kau
membacanya kau mulai menyadari satu hal, jam keberangkatannya berbeda, harusnya
08.55 namun di sms tertera 12.00. Siapa yang salah?
Kau
baca kembali pesan sms itu dengan pelan dengan seksama. Dan ternyata tiket yang
kau pesan terbalik jalurnya. Harusnya kau pesan A ke B, namun kau memesan
dengan rute B ke A di hari keberangkatanmu.
Kereta
yang sama, kursi yang sama, tapi jalurnya terbalik.
Tak
apa kalau dirimu melakukan kesalahan, toh kau tidak harus selalu benar sejak
dari awal.
Meskipun
akhirnya kau harus berangkat sendiri ke stasiun untuk melakukan perubahan
jadwal. Menunda waktu sarapan, menghubungi customer service dan kau sendiri
melihat sendiri penjaganya menahan tawa kala tahu jalurmu terbalik.
“Oke
mas, kami potong 25% ya sebagai biaya administrasi. Dan silahkan ambil tiket
antrian.”
Kau
pencet tombol biru itu. keluarlah angka 85. Padahal kau tahu, antrian sekarang
baru sampai angka 47. Butuh waktu 1 jam penantian untuk melakukan konfirmasi
ulang.
“Mau
dirubah ke jadwal yang mana, Mas?”
“Itu
mba, tanggal sekian tujuan kesana dan kereta ini.”
“Lho
ini sudah cocok, Mas.”
“Tidak
Mba, itu tujuannya terbalik.”
Akhirnya
kau menambahkan beberapa rupiah dari kantung sakumu yang sudah kumal.
Tak
apa kalau dirimu melakukan kesalahan, toh kau tidak harus selalu benar sejak
dari awal.
Meskipun
kau harus membayar lebih beberapa rupiah dan menunggu sekian waktu, sungguh Tak
apa kalau dirimu melakukan salah.
Toh
dalam waktu menunggumu itu kau bisa berbincang dengan seseorang bernama Firman
yang baru kau kenal. Teman menunggu antrianmu juga.
Toh
dalam waktu menunggumu kau bisa mengobrol tentang warung makan yang Firman
jalankan di dekat kampus kesenian.
Toh
dengan sebuah kesalahan, akhirnya kau mendapatkan pengalaman. Bahkan paling
tidak kau sudah bisa menjadikan kesalahanmu itu sebagai bahan sebuah tulisanmu
sekarang.
Sungguh, Tak
apa kalau dirimu melakukan kesalahan, toh kau tidak harus selalu benar sejak
dari awal.
Sebuah Stasiun, 23 Februari 2017
0 komentar:
Posting Komentar